Syaikh
Sirri Siqthi adalah seorang guru yang mempunyai banyak murid. Mereka datang
dari berbagai penjuru negeri. Dari sekian banyak muridnya, terdapat seorang
wanit a yang sangat salihah. Tutur katanya selalu jujur, sikapnya senantiasa
santun, dan tidak pernah menyakiti sesama. Pendek kata, segala sikap dan
perilakunya wanita ini senantiasa selaras dengan ajaran agama.
Si wanita mempunyai
seorang anak bernama Muhammad. Setelah beranjak dewasa, si wanita membawa
anaknya kepada seorang guru agama. Dia ingin anaknya dapat mendalami berbagai
ilmu. Terutama ilmu agama dari sang guru. Harapannya, si anak kelak menjadi
orang saleh yang berilmu.
Suatu hari, sang guru
berjalan-jalan ditemani anak tersebut menuju sungai Dajlah. Maksud hati hendak
menghirup udara segar melepas penat dan lelah, sang guru duduk berteduh di bawah
sebuah pohon lebat. Sementara itu, si anak bermain-main tak jauh dari tebing
sungai.
Tiba-tiba, kaki si anak
terpeleset. Tubuhnya terpelanting dari bibir tebing yang lumayan dalam. Si anak
terjatuh menimpa air sungai yang dalam, spontan sang guru terperanjat dan
berdiri. Dia berlari ke tepi sungai. Hatinya sangat cemas dan mencari, akhirnya
sang guru pasrah. Usaha sudah dilakukan, tak ada lagi yang bisa diperbuat. Dia
berfikir, mungkin si anak telah mati dan tubuhnya terseret arus sungai.
Hati sang guru diliputi
perasaan sedih dan binggung. Sedih karena dia yang mengajak anak tersebut
berjalan-jalan ke tepi sungai Dajlah. Binggung bagaimana memberi tahu ibunya.
Terbayang betapa sang ibu akan marah besar karena anak semata wayangnya mati
tenggelam tanpa ditemukan jasadnya.
Di tengah
kebinggungannya, sang guru teringat kepada Syaikh Siqthi, barangkali beliau
bisa membantu. Tanpa menunda-nunda waktu, sang guru kemudian bergegas menuju
rumah Syaikh. Dihadapan Syaikh ,
ia mengemukakan masalah yang
terjadi seraya memohon bantuannya. Ia meminta Syaikh untuk menyampaikan berita
kematian anak tersebut kepada ibunya.
Syaikh Siqthi kemudian
menghampiri sahabatnya, al-Junaid, yang kebetulan sedang berada di rumahnya.
Pergilah Syaikh bersama al-Junaid ke rumah ibu si anak. Mereka akan
menyampaikan berita duka tentang kematian anaknya.
Sepanjang perjalanan,
mereka berfikir bagaimana cara menenangkan si ibu. Mereka khawatir kalau-kalau
si ibu tidak mau menerima kenyataan ini, apalagi sampai mendamprat guru
anaknya.
Sesampai di rumah si
ibu, Syaikh Siqthi dan al-Junaid mengucap salam. Dalam perbincangan
selanjutnya, mereka mengajari si ibu kesabaran. Segala yang terjadi pada
manusia semata-mata merupakan kehendak Alloh.
Si wanita merasa heran,
tiba-tiba Syaikh Siqthi dan sahabatnya mengulas kesabaran.
“Sebenarnya, apa yang
telah terjadi? Sepertinya ada sesuatu yang tidak nyaman?” tanya si wanita
dengan heran.
Akhirnya, Syaikh Siqthi
berterus terang dan menceritakan kejadian yang menimpa anak si wanita. Saat
sedang bermain, anak si wanita tenggelam di sungai.
“Alloh Maha Penyayang.
Dia tidak akan berbuat seperti itu kepada saya,” jawab si wanita dengan tenang.
Kemudian, si wanita meminta kesediaan Syaikh Siqthi dan al-Junaid untuk menunjukan
tempat hilangnya si anak. Syaikh Siqthi mengajak guru itu untuk menunjukan
tempat yang dimaksud.
Mereka menuju tebing sungai
Dajlah. Setiba disana, guru itu langsung menuju tempat terpelantingnya si anak.
“Anda yakin kalau anak
saya itu tenggelam di sini?” tanya si wanita.
“Benar, Anak itu
terjatuh di sekitar sini.”
Kemudian, wanita itu
berseru lantang, “Anakku, kamu di mana?!”
Seruan itu diulang
beberapa kali. Tiba-tiba, terdengar ada seseorang yang menyahut. “Bu, saya di sini!”
Mendengar jawaban
tersebut, si wanita langsung berlari menuju arah suara tadi. Terlihat si wanita
mengulurkan tangannya ke dalam air seraya menarik seseorang keluar dari dalam
sungai.
Melihat kejadian itu,
Syaikh Siqthi, al-Junaid dan guru si anak terpana. Sungguh ajaib, mereka
melihat kejadian yang mencenggangkan. Ternyata, anak itu masih hidup.
Si wanita mendekap
anaknya. Hatinya berbunga-bunga. Usai melepas rindu, mereka pulang ke rumah.
Tinggallah Syaikh
Siqthi, al-Junaid dan guru si anak. Mereka belum beranjak pulang dan asyik
mengobrol. Kejadian tadi benar-benar menimbulkan kekagetan pada diri mereka.
“Wanita itu telah
mendapat firasat bahwa anaknya belum meninggal,” Ujar Syaikh Siqthi.
“Maksudnya?” tanya guru
si anak.
“Ketika itu, dia
berkata bahwa Alloh tidak akan berbuat begitu kepadanya.”
“Yang pasti, kejadian semacam ini hanya dialami
oleh orang yang benar-benar saleh. Tidak mungkin Alloh mengaruniakan kelebihan
kepada orang-orang jahat,” al_junaid memberikan komentar